Check This Out

Check This Out Bro & Sis

Jumat, 17 November 2017

Integerasi Sistem Manajemen K3 Berdasarkan ISO 45001

ISO 45001 Telah masuk phase FDIS Ballot 30th Nov 2017 s/d 25th Jan 2018 dan target published Feb 2018. New ISO 45001 ini merupakan 1st published dari perubahan OHSAS 18001 : 2007. Perubahan ini tentunya menimbulkan banyak sekali spekulasi terkait urgensi dengan legal standing dari penerapan PP 50 Tahun 2012 SMK3 di Indonesia.

New ISO 45001 Memberikan persyaratan untuk SMK3 dengan panduan penggunaannya untuk membantu sebuah organisasi menyediakan tempat kerja yang aman dan sehat dengan mencegah KK & atau PAK serta dengan proaktif memperbaiki kinerja K3. Dokumen ini tentunya di draft sesuai dengan ISO/IEC Directives - Part 2 yaitu menggunakan High Level Annex SL Structure /ISO Guide 83 karena lebih kompatibel untuk di integrasikan karena keseragaman struktur.

Antara Persyaratan Pelanggan VS Aspek Legal?
Perlu disadari bahwa PP 50 Tahun 2012 Merupakan SMK3 yang bersifat wajib secara nasional berdasarkan UU No 13 Tahun 2003 Pasal 87 ayat 1 & ayat 2. The Jakarta Post pernah merilis statement Bpk Presiden Joko Widodo "The First Step is national standars, if we cannot do that, how are we going to use internasional standards" & hal ini juga diperkuat didalam klausul didalam OHSAS 18001/2007 di 4.3 Planning & 4.3.2 Legal & other requirements / ISO 45001 di klausul 6. Planning & 6.1.3 Determination legal & other requirements, dimana organisasi diminta untuk mengidentifikasi peraturan & persyaratan K3 di Indonesia. sehingga perlu dipahami dari aspek prespektif regulasi atau perundangan-undangan maka setiap perusahaan yang menjalankan bisnis di Indonesia maka PP 50 Thn 2012 merupakan prioritas dan wajib untuk diimplementasikan. 

Setiap perusahaan tentunya harus memahami ekspektasi & persyaratan legal secara global & nasional guna untuk terus dapat berkompetensi untuk meningkatkan daya saing nasional apalagi Indonesia akan menghadapi MEA (Masyarakat Ekonomi ASEAN) serta Bonus Demografi, sehingga tentunya tuntutan atau persyaratan customer & supplier di tingkat global akan sertifikasi yang diakui secara global menjadi hal penting yang tidak dapat  begitu saja diabaikan.

Lalu mana yang lebih penting? Baik OHSAS 18001:2007/ISO 45001 atau SMK3 PP 50 tahun 2012 sama pentingnya. Hal yang paling bijak adalah perusahaan dapat menggunakan kedua standar ini dikarenakan prinsip dasar dari kedua standar ini adalah mengendalikan risiko pada kegiatan kerja guna terciptanya tempat kerja yang aman, efisien dan produktif serta mendorong budaya keselamatan kerja di organisasi selain hal tersebut kedua standar ini akan saling melengkapi satu sama lain sehingga akan jauh lebih efektif atau dapat dikategorikan sebagai innovative/safe person "sophisticated behavioral" dalam a cross-typology framework gallagher.

Bagaimana dengan perusahaan yang telah mengimplementasikan OHSAS 18001:2007 & Perusahaan yang baru akan melakukan sertifikasi? Perubahaan ini memiliki posisi yang strategis dalam perusahaan terutama dalam pangsa pasar nasional & internasional serta dapat berdampak "postive" bagi organisasi yang ingin terus mengembangkan bisnis prosesnya sehingga tentunya suatu organiasi harus dapat mengikuti perubahan tersebut guna memenuhi persyaratan/ proses bisnis di tingkat global. Untuk perusahaan baru tentunya pemenuhan dari persyaratan aspek regulasi akan jauh lebih mengikat/ bersifat wajib untuk dipenuhi. Akan tetapi motif & tujuan perusahaan akan lebih memudahkan untuk memberi keputusan mengenai standar apa yang akan digunakan terlebih dahulu.

Sesuai dengan judul lalu bagaimana Integerasi Sistem Manajemen K3 Berdasarkan ISO 45001? Tentunya integrasi harus direncakan dan diimplementasikan secara terstruktur sehingga hal ini harus datang dari kebutuhan perusahaan. Tidak sedikit  banyak organisasi yang telah mengadopsi standar manajemen hanya berdasarkan tuntutan pelanggan & persyaratan perundangan. sehingga organisasi K3 menjadi lebih reaktif dan tidak pro aktif didalam implementasi standar K3 tersebut bahkan lebih cenderung untuk mengabaikan risiko yang dapat timbul dalam organisasi atau proses bisnis perusahaan.

Konteks Budaya Keselamatan tidak dapat begitu saja berubah secara instan atau tumbuh secara medadak akan tetapi dibutuhkan proses yang panjang untuk menanamkan bentuk nilai, presepsi, nilai induvidu & kelompok, sikap, kompetensi dan pola prilaku dari sebuah organisasi sebagai penguatan budaya keselamatan. Budaya keselamatan dalam organisasi berbeda dengan Budaya di masyarakat dimana budaya keselamatan dalam organisasi harus di diarahkan oleh Top Level Management dengan menanamkan nilai, prosedur serta kompentensi untuk mendorong perubahan terhadap perilaku dan presepsi sehingga merubah psikologi aspek/ "Hearts & Minds" atau a (What people think & fell about safety) oleh pekerja tentang nilai-nilai keselamatan dan hal ini dapat dilakukan dengan pendekatan SMK3 yaitu meningkatkan peran dari "Behavioural Aspect" & "Situational Aspect" menjadi 2 Komponen penting dalam safety culture.  hal ini juga akan terlihat dari bagaimana organisasi yang berfokus pada mutu akan dapat mempromosikan budaya yang menghasilkan prilaku dan presepsi sehingga mendorong peningkatan nilai melalui pemenuhan kebutuhan dan harapan semua pihak berkepentingan yang relevan.

Bersambung....

Thank you in advance for your kind attention
if any comment are welcome & If you need details information don’t hesitate to call me.

Dont Forget to follow my Blog, Please :-)
Have a safe day's & keep working safely.

Best Regards,
Andry Kurniawan, SKM.,MKKK.
"Coming together is a beginning, Keeping together is progress., Working together is success“ Safety not only about knowledge and how to manage risk it’s about needed because safety is everybody business",
More info: Andryzsafety@gmail.com CP : (+62)812-1966-2291.
Tidak dilarang untuk mengcopy dan menyebarkan artikel pada situs ini dengan menyebutkan URL sumbernya. budayakan menulis karya ilmiah tanpa plagiarisme

Rabu, 08 November 2017

Ngeri..Lagi-lagi Kecelakaan Kerja Terjadi Helper di Gilas Crane hingga Mati

Selasa (7/11/2017) sekitar pukul 09.00 WIB, dilaporkan seorang helper operator crane yang sedang bekerja di areal proyek pembangunan gardu induk PLTU Desa Kenconorejo Kecamatan Tulis Kabupaten Batang meninggal dunia akibat terjatuh dari sisi crane dan terlindas seketika oleh alat angkat tersebut. Korban langsung ditolong oleh rekan-rekannya lalu di bawa ke RS Qim Batang, namun naas nyawa korban tak terselamatkan."Korban atas nama Ali Skirin usia 42 tahun, alamat Kemantenan Rt 03 Rw 07 Kelurahan Kutoarjo Kecamatan kaliwungu Kabupaten kendal"

Dikatakan Kapolsek Tulis AKP I Wayan Sono, pihak kepolisian langsung bertindak usai menerima laporan. "Usai menerima laporan pihak kami langsung melakukan olah TKP dan melakukan identifikasi," ujarnya, Rabu (8/11/2017).

Baca Link (Download Here)
Prilaku & Presepsi karyawan dapat menggambarkan suatu Artifcats Safety Culture / Safety Climate tanpa harus melakukan assessment secara komprehensif inilah yang dapat digambarkan dari kasus ini. Banyak aktifitas keselamatan yang bersifat reaktif dan tidak proaktif dan akibatnya beberapa organisasi lebih memilih untuk menunggu “kerugian” tersebut terjadi sebelum mengambil langkah untuk mencegahnya. Entah berapa banyak "signal" atau "Tanda" yang sering mendahului terjadinya kegagalan/ peristiwa kecelakaan namun mungkin terlewatkan karena “Diabaikan” sehingga kita gagal untuk melakukan pencegahan terhadap peristiwa tersebut. Padahal sejarah telah berulang kali menunjukkan bahwa sebagian besar peristiwa kecelakaan atau kegagalan baik yang serius maupun yang dahsyat, pasti didahului oleh sebuah “peringatan”.
Jika direnungkan terkadang kita seakan-akan ikut "berkomplot" atau "bersekongkol" untuk melakukan pembiaran atau mendorong terjadinya suatu perilaku berisiko. sebagai contoh adalah mengabaikan seseorang yang berjalan dibawah suspended load pada saat pengoperasi lifting, mengabaikan prosedur lifting & hoisting yang benar sehingga melakukan short cut,  bahkan terkadang menempatkan bagian dari tubuh kita di area line of fire sebagai contoh berdiri diarea maneuver of crane/ counterweight of crane termasuk membiarkan seseorang berdiri disisi kanan atau kiri crane pada saat  crane travelling tanpa melakukan "SWA" (Stop Work Authority) atau "Speak Up" hingga proses ini berlalu begitu saja tanpa ada tindakan pencegahan yang dilakukan.
Hal ini merupakan refleksi dari lemahnya kesadaran terkait dengan prilaku K3 serta kurangnya pengawasan terhadap implementasi K3 di tempat kerja tentunya akan mendorong terjadinya suatu peristiwa yang tidak diinginkan yang  dapat berdampak pada kerugian baik pada skala ringan hingga mengakibatkan hilangnya nyawa seseorang atau bahkan skala yang lebih parah dari hal itu. berbicara tentang budaya K3 tentunya tidak lepas dari History of Safety Culture, menyusul dengan terjadinya peristiwa bencana Chernobyl (1986) Meledaknya reaktor no.4 Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir yang kemudian didalam laporan IAEA (International Atomic Energi Agency) menyebutkan salah satu kelemahan yang memicu terjadinya kecelakaan adalah Safety Culture .(ACSNI : HSC, 1993) Mendefinisikan culture yang kemudian banyak digunakan sebagai literatur baik untuk praktisi & akedemisi "The Safety culture of an organisation is the product of induvidual and group values, attitudes, preceptions, competencies, and patterns of behavior that determine the commitment to, and the style and proficiency of, an organization's health and safety management" & Beberapa peneliti seperti Dominic Cooper mengatakan bahwa Budaya K3 adalah bagian dari budaya suatu organisasi yang mempengaruhi sikap serta keyakinan anggotanya dalam hal kinerja K3.
"Behavioural Aspect" & "Situational Aspect" menjadi 2 Komponen safety culture yang sangat penting dalam mempengaruhi "Hearts & Minds"  (What people think & fell about safety). Prilaku K3 adalah product dari nilai-nilai induvidu & kelompok, sikap, presepsi, kompetensi dan pola perilaku dari sebuah organisasi dimana suatu budaya keselamatan positive ditandai dengan adanya kepercayaan, komunikasi, serta adanya presepsi bersama tentang pentingnya nilai-nilai K3 sehingga menempatkan aspek keselamatan sebagai prioritas dengan menerapkan perilaku aman (safe behavior) dalam setiap aktifitas. tentu hal ini bukanlah hal yang mudah tetapi bukan berarti tidak dapat dilakukan jika terdapat High Commitment from TLM & Consistency dengan melibatkan seluruh unsur didalam organisasi. Perlu dipahami bahwa penulis menilai bahwa Safety Culture bukanlah sesuatu yang instant atau tumbuh secara mendadak akan tetapi, melalui sebuah proses yang panjang sehingga bukan dinilai sebagai bentuk proses penguatan Safety Culture yang bersifat dinamis dan rentan akan waktuTentu didalam organisasi terdapat perbedaan baik secara vertikal maupun horizontal yang akhirnya mendorong pekerja melakukan perilaku berisiko (At-Risk  Behavior) akan tetapi, apabila budaya K3 ini dilakukan secara terus menerus maka akan mendorong dan membentuk sebuah karakteristik budaya safety yang kuat sehingga akan menekan dengan sendirinya perilaku berisiko (At-Risk  Behavior).
Membudayakan K3, maka tentunya kita harus dapat memahami essensial K3 tersebut dengan baik & hal ini merupakan bagian dari pemikiran, prilaku serta bentuk pengawasan yang dilakukan secara bersama-sama dalam rangka menciptakan lingkungan kerja yang aman, sehat & dapat meningkatkan produktifitas kerja.
Referensi :
http://jateng.tribunnews.com/2017/11/08/ngeri-detik-detik-ali-terjatuh-dan-dilindas-alat-berat-begini-kondisi-korban

Thank you in advance for your kind attention
if any comment are welcome & If you need details information don’t hesitate to call me.

Dont Forget to follow my Blog, Please :-)
Have a safe day's & keep working safely.

Best Regards,
Andry Kurniawan, SKM.,MKKK.
"Coming together is a beginning, Keeping together is progress., Working together is success“ Safety not only about knowledge and how to manage risk it’s about needed because safety is everybody business",
More info: Andryzsafety@gmail.com CP : (+62)812-1966-2291.
Tidak dilarang untuk mengcopy dan menyebarkan artikel pada situs ini dengan menyebutkan URL sumbernya. budayakan menulis karya ilmiah tanpa plagiarisme

Selasa, 07 November 2017

OSHA Safety Alert - Health and Safety Risks for Workers Involved in Manual Tank Gauging and Sampling at Oil and Gas Extraction Sites

The National Institute for Occupational Safety and Health (NIOSH) and the Occupational Safety and Health Administration (OSHA) have identified health and safety risks to workers who manually gauge or sample fluids on production and flowback tanks from exposure to hydrocarbon gases and vapors, exposure to oxygen-deficient atmospheres, and the potential for fires and explosions.

For Details Information, Download link below.


Thank you in advance for your kind attention
if any comment are welcome & If you need details information don’t hesitate to call me.

Dont Forget to follow my Blog, Please :-)
Have a safe day's & keep working safely.

Best Regards,

Andry Kurniawan, SKM.,MKKK.
"Coming together is a beginning, Keeping together is progress., Working together is success“ Safety not only about knowledge and how to manage risk it’s about needed because safety is everybody business",
More info: Andryzsafety@gmail.com CP : (+62)812-1966-2291.
Tidak dilarang untuk mengcopy dan menyebarkan artikel pada situs ini dengan menyebutkan URL sumbernya. budayakan menulis karya ilmiah tanpa plagiarisme.

OSHA Near Miss Reporting Systems

What is a Near Miss?
A Near Miss is an unplanned event that did not result in injury, illness, or damage – but had the potential to do so. Only a fortunate break in the chain of events prevented an injury, fatality or damage; in other words, a miss that was nonetheless very near.

Key Points

  • Incidents occur every day at the workplace that could result in a serious injury or damage
  • A near-miss program may help prevent future incidents.
  • Employee’s fear of being blamed after reporting a near miss
  • Employers need to make the process of reporting a near miss as easy as possible.

  • Nice Article 
    For Details Click Link Below



    Thank you in advance for your kind attention
    if any comment are welcome & If you need details information don’t hesitate to call me.

    Dont Forget to follow my Blog, Please :-)

    Have a safe day's & keep working safely.

    Best Regards,
    Andry Kurniawan, SKM.,MKKK.
    "Coming together is a beginning, Keeping together is progress., Working together is success“ Safety not only about knowledge and how to manage risk it’s about needed because safety is everybody business",
    More info: Andryzsafety@gmail.com CP : (+62)812-1966-2291.
    Tidak dilarang untuk mengcopy dan menyebarkan artikel pada situs ini dengan menyebutkan URL sumbernya. budayakan menulis karya ilmiah tanpa plagiarisme.

    Senin, 06 November 2017

    Navigating the safety culture construct : A review of the evidence

    M.D Cooper 2016
    First Published, July 2016
    ISBN 978-0-9842039-2-3. All Rights reserved
    Dr.Dominic Cooper asserts his moral right to be identified as the author of this publication.



    This report is to summarise the main findings to provide an evidence-based guide in the development of robust safety cultures in industr. Coopers reciprocal model of safety culture encompassing psychological, behavioural and situational elements is supported by large scale studies, while reason’s model using inter-locking sub-cultures that lead to an informed culture is also supported by evidence from safety management system research.


    Thank you in advance for your kind attention
    if any comment are welcome & If you need details information don’t hesitate to call me.

    Dont Forget to follow my Blog, Please

    Best Regards,
    Andry Kurniawan, SKM.,MKKK.
    "Coming together is a beginning, Keeping together is progress., Working together is success“ Safety not only about knowledge and how to manage risk it’s about needed because safety is everybody business",
    More info: Andryzsafety@gmail.com CP : (+62)812-1966-2291.
    Tidak dilarang untuk mengcopy dan menyebarkan artikel pada situs ini dengan menyebutkan URL sumbernya. budayakan menulis karya ilmiah tanpa plagiarisme.
    Have a safe day's & keep working safely.

    Pemasangan Bendera K3 Sesuai dengan Kepmenker No. 1135/MEN/1987

    Perlu diingat bahwasanya usaha keselamatan dan kesehatan kerja mempunyai peranan penting dalam penigkatan produktivitas kerja dan dalam rangka memasyarakatkan usaha keselamatan dan kesehatan kerja, perlu diberikan identitas berupa bendera Keselamatan dan Kesehatan Kerja; 

    Akan tetapi terkadang perusahaan lupa bahwa tata cara pemasangan Bendera K3 telah diatur dan ditetapkan melalui keputusan menteri tenaga kerja No. 1135/MEN/1987.
    untuk lebih lengkapnya silahkan download dibawah ini



    Tata cara pemasangan Bendera Keselamatan dan Kesehatan Kerja ialah sebagai berikut :
    A. Tempat :
    1. Apabila berdampingan dengan bendera nasional (Merah-Putih) harus dipasang pada tiang sebelah kiri daripada tiang bendera nasional; atau
    2. Dipasang pada gerbang masuk ke halaman perusahaan/pabrik tempat kerja; atau
    3. Dipasang pada pintu utama bangunan kantor dan/atau pabrik; atau
    4. Di depan kantor Panitia Pembina Keselamatan dan Kesehatan Kerja/Safety Departemen bila ada. 
    C. Tinggi tiang : Tidak boleh lebih tinggi dari tiang bendera nasional (Merah-Putih).
    D. Waktu pemasangannya : Satu tiang penuh selama ada kegiatan di tempat kerja.

    Thank you in advance for your kind attention
    if any comment are welcome & If you need details information don’t hesitate to call me.

    Have a safe day's & keep working safely.

    Dont Forget to follow my Blog, Please

    Best Regards, 
    Andry Kurniawan, SKM.,MKKK.
    "Coming together is a beginning, Keeping together is progress., Working together is success“ Safety not only about knowledge and how to manage risk it’s about needed because safety is everybody business",
    More info: Andryzsafety@gmail.com CP : (+62)812-1966-2291.
    Tidak dilarang untuk mengcopy dan menyebarkan artikel pada situs ini dengan menyebutkan URL sumbernya. budayakan menulis karya ilmiah tanpa plagiarisme.

    Mengenal Nilai Ambang Batas (NAB)/Threshold Limit Value

    Nilai Ambang Batas (NAB)/Threshold Limit Value  atau seringkali dikenal sebagai Nilai Batas Pajanan (NBP)/Occupational Exposure Value adalah Standar faktor bahaya di tempat kerja sebagai kadar/intensitas rata-rata tertimbang waktu (Time Weighted Average) yang dapat diterima tenaga kerja tanoa mengakibatkan penyakit atau gangguan kesehatan, dalam pekerjaan sehari-hari untuk waktu tidak melebihi 8 jam sehari atau 40 jam seminggu (Permenakertrans  No.13/MEN/X/2011 tentang NAB Faktor fisika & Faktor Kimia di tempat kerja).

    Di beberapa negara NAB/NBP telah diatur, diantaranya adalah
    • Di Indonesia terdapat NAB berdasarkan SNI 19-0232-2005 & Permenakertrans  No.13/MEN/X/2011 tentang NAB Faktor fisika & Faktor Kimia di tempat kerja;
    • Di Amerika terdapat ACGIH (American Conference of Governmental Industrial Hygienists) TLVs (Threshold Limit Values); NIOSH (National Institute for Occupational Safety & Health) RELs (Recommended Exposure Limits) & OSHA (Occupational Safety & Health Administration) PELs (Permissible Exposure Limits);
    • Di UK terdapat UK Workplace Exposure Limit EH40/2005;
    • Di Australia terdapat Exposure Standards for Atmospheric Contaminants in the occupational environment – NOHSC 1995;
    • Di German terdapat MAK (Maximale Arbeitsplatzkonzentrationen) & BAT (Biologische Arbeitsstofftoleranzwerte).
    NAB tertimbang rata-rata 8 jam (Thershold Limit Value – Time Weighted Average TLV-TWA), NAB-Pajanan singkat yang diperkenankan (TLV-Short Term Exposure Limit- TLV-STEL 15 Menit),serta NAB-Konsentrasi tertinggi yang diperkenankan (TLV Ceiling), NAB/NBP menggunakan satuan mg/matau ppm.

    Di Indonesia batas pajanan dikenal dengan NAB zat kimia di udara tempat kerja yang mengacu pada SNI 19-0232-2005.Standar ini memuat tentang NAB rata-rata tertimbang waktu (Time Weighted Average) zat kimia di udara tempat kerja, dimana terdapat tenaga kerja yang dapat terpapar zat kimia sehari-hari selama tidak lebih dari 8 jam/hari atau 40 jam/minggu. Standar ini terdapat 3 jenis NAB :
    1. NAB rata-rata tertimbang waktu (Time Weighted Average) zat kimia di udara tempat kerja, dimana terdapat tenaga kerja yang dapat terpapar zat kimia sehari-hari selama tidak lebih dari 8 jam/hari atau 40 jam/minggu.
    2. NAB kadar tertinggi yang diperkenankan : kadar zat kimia di udara tempat kerja yang tidak boleh dilampaui meskipun dalam waktu sekejap.
    3. NAB paparan singkat yang diperkenankan : kadar zat kimia di udara tempat kerja yang tidak boleh dilampaui agar tenaga kerja yang terpapar pada periode singkat yaitu tidak lebih dari 15 menit, masih dapat menerimanya tanpa mengakibatkan iritasi, kerusakan jaringan tubuh dan terbius.
    Karsinogen berdasarkan standar ini dibagi menjadi 5 yaitu :
    1. A-1 : Zat Kimia yang terbukti karsinogen untuk manusia (confirmed human carcinogen);
    2. A-2 :  Zat Kimia yang diperkirakan karsinogen untuk manusia (suspected human carcinogen);
    3. A-3 : Zat Kimia yang terbukti bersifat karsinogen terhadap binatang percobaan;
    4. A-4 : Zat Kimia yanag belum cukup bukti untuk diklasifikasikan karsinogen terhadap manusia ataupun binatang;
    5. A-5 : Tidak diperkirakan karsinogen terhadap manusia.
    Contoh nilai NAB untuk BTX pada standar ini :
    1.    Benzen : 32 mg/m3 atau 10 bds (ppm); A2
    2.    Toluen : 188 mg/m3 atau 50 bds (ppm); A4
    3.    Xylen: 434 mg/m3 atau 100 bds (ppm); A4

    ACGIH (American Conference of Governmental Industrial Hygienists),
    TLVs (Threshold Limit Values);
    TLV didalam ACGIH didefinisikan sebagai Nilai Ambang Batas yaitu konsentrasi di udara bahan kimia yang merepresentasikan kondisi dimana hampir seluruh pekerja dapat terpajan berulang kali, hari demi hari pada keseluruhan waktu kerja dalam kehidupannya, tanpa timbulnya efek kesehatan yang merugikan. TLV disusun untuk melindungi pekerja dewasa normal dan sehat. Terdapat 3 kategori TLV pada TLV-ACGIH ini, yaitu:
    1. TLV-TWA (Thershold Limit Value-Time Weighted Average), Konsentrasi rata-rata tertimbang waktu untuk 8 jam kerja atau 40 jam perminggu tanpa adanya efek kesehatan yang merugikan.
    2. TLV-STEL (Thershold Limit Value- Short Term Exposure Limit), Nilai ambang batas untuk pajanan 15 menit yang tidak boleh dilampau pada setiap waktu selama hari kerja, meskipun 8 jam TWA mendekati (TLV-TWA) Maksimum terjadinya STEL adalah 4 kali dalam sehari & Terdapat jangka waktu 60 menit diantaranya, meskipun konsentrasinya tidak melebihi TLV-TWA amaka konsentrasi STEL tidak boleh melebihi 5 kali nilai TLV-TWAnya.
    3. TLV – Ceiling ((Thershold Limit Value-Ceiling), Konsentrasi tertinggi yang tidak diperkenankan tercapai pada setiap bagian pajanan kerja.
    Karsinogen berdasarkan standar ini dibagi menjadi 5 yaitu :
    1. A-1 :Zat Kimia yang terbukti karsinogen untuk manusia (confirmed human carcinogen);
    2. A-2 : Zat Kimia yang diperkirakan karsinogen untuk manusia (suspected human carcinogen);
    3. A-3 : Zat Kimia yang terbukti bersifat karsinogen terhadap binatang percobaan;
    4. A-4 : Zat Kimia yanag belum cukup bukti untuk diklasifikasikan karsinogen terhadap manusia ataupun binatang;
    5. A-5 : Tidak diperkirakan karsinogen terhadap manusia.
    OSHA (Occupational Safety & Health Administration)
    PELs (Permissible Exposure Limits)
    OSHA PELs adalah konsentrasi rata-rata tertimbang waktu (TWA) yang tidak boleh tercapai selama 8 jam kerja atau 40 jam perminggu. STEL atau ST adalah konsentrasi 15 menit yang tidak boleh tercapai. C atau disebut Ceiling concentrations adalah konsentrasi tertinggi yang ditetapkan oleh OSHA yang tidak diperkenankan tercapai.

    Benzene : TWA = 1 ppm, ST = 5 ppm;
    Toluen : TWA = 100 ppm, Ceiling = 300 ppm
    Xylen : TWA = 100 ppm (435 mg/m3)

    NIOSH (National Institute for Occupational Safety & Health)
    RELs (Recommended Exposure Limits)
    NIOSH RELs, TWA Menujukkan konstrasi rata-rata tertimbang waktu hingga 10 jam kerja selama 40 jam perminggu. STEL atau disingkat ST adalah konsentrasi pajanan selama 15-menit yang tidak boleh tercapai selama hari kerja. Nilai ambang batas tertinggi atau Ceiling REL disingkat C merupakan konsentrasi tertinggi yang tidak diperkenankan tercapai. NIOSJ juga mengeluarkan nilai IDLH (Immediately Dangerous to Life or Health). Tujuan dari NIOSH mengeluarkan nilai IDLH ini adalah untuk menentukan konsentrasi di udara dimana pekerja dapat melarikan diri tanpa mengalami luka maupun dampka kesehatan yang merugikan yang bersifat irreversibel jika pajanan terjadi pada kondisi adanya kegagalan pada perangkat perlindungan pernafasan. Nilai IDLH ditentukan berdasarkan efek yang mungkin timbul sebagai dampak dari pajanan 30 menit. Namun periode 30 menit ini bukan berarti pekerja dapat bekerja pada kondisi tersebut, melainkan hanya untuk melarikan diri, dan berbagai usaha harus dilakukan untuk dapat keluar dari lokasi tersebut secepatnya.

    Benzene : TWA = 0,1 ppm, ST = 1 ppm, Ca = Carcinogen;
    Toluen : TWA = 100 ppm (375 mg/m3), ST = 150 ppm (560 mg/m3)
    Xylen : TWA = 100 ppm (435 mg/m3), ST = 150 ppm (655 mg/m3)

    UK Workplace Exposure Limit EH40/2005
    Terdapat 2 klasifikasi, yaitu WEL-TWA (batas pajanan periode 8 jam) & WEL-STEL : Batas pajanan periode pendek selama 15 menit. Satuan yang digunakan untuk batas pajanan mg/m3 dan atau ppm. Temperatur yang digunakan untuk konversi adalah 20˚C, dengan tekanan 760 mmHg. Rumus untuk mengkonversi dari ppm menjadi mg/m3 adalah :
    WEL dalam mg m-3 = (WEL dalam ppm x Berat Molekular)/ 24,06.

    Temperatur yang digunakan adalah 20˚C, Berbeda dengan TLV-ACGIH yang menggunakan temperature 25˚C, hal ini karena perbedaan temperatur standar yang digunakan pada kedua negara ini. Notasi lain yang digunakan pada WEI adalah Carc & Sen. Jika pada TLV-ACGIH terdapat BEIs, maka pada WEL terdapat BMGV (Biological Monitoring Guidance Values) yaitu nilai suatu bahan yang telah ditentukan nilai panduan monitoring biologisnya.

    Thank you in advance for your kind attention & if any comment are welcome.

    Have a safe day's & keep working safely.

    Best Regards, 
    Andry Kurniawan, SKM.,MKKK.
    "Coming together is a beginning, Keeping together is progress., Working together is success“ Safety not only about knowledge and how to manage risk it’s about needed because safety is everybody business",
    More info: Andryzsafety@gmail.com CP : (+62)812-1966-2291
    Tidak dilarang untuk mengcopy dan menyebarkan artikel pada situs ini dengan menyebutkan URL sumbernya. budayakan menulis karya ilmiah tanpa plagiarisme.

    Rabu, 01 November 2017

    Root Cause or Barrier Failure in accident investigation

    Baik Incident atau Accident merupakan sebuah peristiwa yang tentunya sangat tidak diharapkan oleh suatu organisasi dan merupakan masalah besar bagi kelangsungan suatu usaha.Sehingga, banyak perusahaan melakukan segala upaya untuk mencegah terjadinya peristiwa tersebut. walaupun usaha tersebut dibangun dengan pendekatan terhadap subjektivitas bukan objektifitas yang pada akhirnya dengan berjalannya waktu timbul suatu kerentanan pada sistem kendali atau "barrier" yang digunakan selama berlangsunya proses kegiatan tersebut.

    Perlu dicermati bahwa orientasi yang tepat terhadap proses investigasi adalah melihat devisiasi terhadap preceding event or Prevention/Escalation barrier ini yang kemudian kami anggap sebagai bagian dari sebuah kepingan-kepingan puzzle yang harus disusun untuk mengambarkan sebuah pola tertentu dari aktifitas yang berlangsung sebelum terjadinya insiden. Sejarah telah berulang kali menujukkan bahwa sebagian besar peristiwa kecelakaan atau kegagalan didahului oleh sebuah "Peringatan" atau "Signal" yang mungkin terlewatkan karena 'sengaja atau tidak disengaja" untuk "diabaikan" sehingga mendorong terjadinya suatu incident or accident.

    Root Cause akan lebih dominan melihat kepada peran akar penyebab terjadinya suatu peristiwa kecelakaan sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak ada fungsi kontrol yang gagal pada saat terjadinya kecelakaan, hal ini dapat dilihat pada pendekatan Herbet William Heinrich/ Domino TheoryBarrier Failure memiliki konsep yang berbeda dimana konsep ini menitik beratkan kegagalan pada fungsi kontrol atau gagal sistem pencegahan kecelakaan. sehingga jelas benang merahnya antara pendekatan yang berorientasi  pada Root Cause atau Barrier Failure. hal lainnya adalah idealnya seorang investigator harus mampu bersabar untuk melihat objektifitas dari semua informasi atau data yang dikumpulkan sebelum mengidentifikasi Root Cause, Namun, dalam praktiknya, seorang investigator terkadang telah membangun sebuah hipotesis tentang penyebab terjadinya kegagalan tanpa memperhatikan validitas, keandalan dan objektifitas dari informasi yang dikumpulkan sehingga hipotesis yang dihasilkan kadang menjadi bias karena tujuan dari pengumpulan informasi tersebut dalam rangka mendukung teori yang telah dibentuk oleh investigator sebelumnya.

    Terdapat 2 sistem Barrier yang digunakan sebagai penghalang utama yaitu hardware barriers (Safety System Integrity) and human barriers (Operating Discipline). kedua hambatan ini diberlakukan untuk mencegah ancaman atau sebab kejadian pelepasan bahaya tertentu, atau untuk mengurangi konsekuensi potensial jika penghalang telah gagal dan sebuah peristiwa telah terjadi.

    Konsep Hardware barriers didalam Process Safety secara umum dibagi menjadi 8 kategori. Category 1: Structural Integrity Category 2: Process Containment Category 3: Ignition Control Category 4: Detection Systems Category 5: Protection Systems – including deluge and firewater systems Category 6: Shutdown Systems – including operational well isolation and drilling well control equipment Category 7: Emergency Response Category 8: Life-saving Equipment – including evacuation systems.

    Konsep Human Barriers didalam Process Safety secara umum dibagi menjadi 6 kategori. Category 1: Operating in accordance with procedures, e.g. • Permit To Work • Isolation of equipment • Overrides and inhibits of safety systems • Shift handover Category 2: Surveillance, operator rounds and routine inspection Category 3: Authorization of temporary and mobile equipment Category 4: Acceptance of handover or restart of facilities or equipment Category 5: Response to process alarm and upset conditions (e.g. outside safe envelope) Category 6: Response to emergencies.

    Sebagai contoh berikut hipotesis yang dapat dilakukan, dimana hambatan atau kegagalan barriers yang teridentifikasi. 
    A temporary flexible hose is employed on a site to transfer oil from a waste separator and, due to heavy use, has sustained chaffing and abrasion damage. The hoses are not included in the monthly revalidation check. The hose ruptures and there is a hydrocarbon spill and a fire. Emergency response is effective although there are learnings to improve the speed of response.

    Threat External Damage :  (e.g. wear, impact); Consequence  : Fire/explosion 
    Barrier  : Hardware barriers – Process Containment – Piping Systems – Flexible Hose 
    Barrier  : Human barriers – Authorization of temporary and mobile equipment 
    Barrier  : Human barriers – Response to emergencies 
    OMS procedure/process : Management of Change 
    OMS procedure/process : Emergency Response

    Fenomena yang menarik lainnya adalah pemahaman bahwa End event merupakan bagian dari Main event (Loss Control), perlu diketahui didalam eskalasi suatu peristiwa tentunya kita harus memahami proses atau urutan dengan baik. Ada perbedaan yang cukup mendasar mengenai causal analysis dengan rekontruksi kejadian kecelakaan yaitu causal analysis merupakan proses dimana seorang investigator dapat mengidentifikasi alasan mengapa terjadi suatu peristiwa kecelakaan tersebut sedangkan rekontruksi kejadian kecelakaan adalah proses mengidentifikasi apa yang terjadi selama peristiwa tersebut. 

    Contoh analisa sederhana terhadap fenomena yang berlangsung sebelum peristiwa kecelakaan tersebut terjadi : 
    • Preceding event  : instruksi membuka valve (1) - Kesalahan pada saat membuka Valve (2) - Kegagalan Emergency alarm (3) 
    • Main event (Loss Control) : gas leaking  -  Kegagalan ESDV (4) - Gas reach ignition  sources (5)
    • End event : Ledakan (Explosion).
    maka setiap fenomena dari aktifitas tersebut tentunya harus dianalisa untuk menggambarkan pola yang akan menuntun anda dalam menentukan Root Cause.
    • Kesalahan pada saat membuka Valve (2) --> Why? insufficient training, Why? No training for Operator, Why? Training Budget Cut. 
    • Kegagalan Emergency alarm (3)--> Why? Electrical Fault, Why? Not Maintained correctly,Why? Overdue Maintenance backlog. 
    • Kegagalan ESDV (4)----> Why? Faulty valve gate, Why? Not Maintained correctly, Why? Overdue Maintenance backlog. 
    • Gas reach ignition  sources (5)--> Why? Engine Running, Why? Failed to follow safety instruction, Why? didn't read them.
    Jika diperhatikan maka setiap insiden akan selalu memiliki pola tertentu yang dapat digunakan sebagai alat dalam memprediksi bentuk insiden yang bakal terjadi. sehingga setiap fenomena dari peristiwa kecelakaan selalu memiliki pola.

    Thank you in advance for your kind attention & 
    if any comment are welcome.

    Have a safe day's & keep working safely.

    Best Regards, 
    Andry Kurniawan, SKM.,MKKK.
    "Coming together is a beginning, Keeping together is progress., Working together is success“ Safety not only about knowledge and how to manage risk it’s about needed because safety is everybody business",
    More info: Andryzsafety@gmail.com CP : (+62)812-1966-2291
    Tidak dilarang untuk mengcopy dan menyebarkan artikel pada situs ini dengan menyebutkan URL sumbernya. budayakan menulis karya ilmiah tanpa plagiarisme

    Petaka di Kosambi, Kebakaran & Ledakan Gudang Petasan Berakhir Tragis.

    Petaka di Kosambi, Data sementara yang kami dapat 47 Pekerja Meninggal Dunia & 40 Pekerja Lainnya (IP) mengalami luka yang cukup serius khususnya luka bakar antara 50%-90% atau termasuk dalam kategori luka bakar berat. 

    Gambaran kejadian diatas merupakan dampak buruknya tata kelola Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3di suatu perusahaan & tidak dapat dipungkiri bahwa penerapan Keselamatan dan Kesehatan Kerja di Indonesia masih belum terlaksana dengan baik  dan menyuluruh.

    UU No. 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan, BAB X Perlindungan, Pengupahan dan Kesejahteraan, Bagian 1 Perlindungan. Paragraf 5  Keselamatan & Kesehatan Kerja Pasal 86 Ayat (1),(2) & (3)  & Pasal 87 ayat (1) & (2) Merupakan Landasan awal dalam pelaksanaan penerapan Keselamatan dan Kesehatan Kerja di Indonesia.

    Kebakaran merupakan salah satu bagian dari persyaratan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) ditempat kerja dimana hal ini telah diatur didalam beberapa regulasi & standar yang telah ditetapkan, antara lain adalah :
    1. UU No 1 Tahun 1970 tentang keselamatan kerja, Bab III Syarat-syarat keselamatan kerja Pasal 3 ayat 1 huruf b (mencegah, mengurangi dan memadamkan kebakaran), huruf c (mencegah dan mengurangi bahaya peledakan), huruf d (memberi kesempatan atau jalan menyelamatkan diri pada waktu kebakaran atau kejadian-kejadian lain yang berbahaya);
    2. Permenakertrans No.04/MEN/1980 Tentang syarat-syarat pemasangan dan pemeliharaan Alat Pemadam Api Ringan (APAR);
    3. Permenaker No. 02/MEN/1983 Tentang instalasi alarm kebakaran automatik;
    4. Kepmenaker No Kep. 186/MEN/1999 Tentang penanggulangan kebakaran di Tempat Kerja;
    5. Instruksi Menaker No.11 tahun 1997 tentang pengawasan sarana proteksi kebakaran yang memuat petunjuk teksnis dan pelaksanaan SSPK (Sertifikasi Sistem Proteksi Kebakaran termasuk perizinannya yang meliputi : pengesahan rencana gambar, pengujian, pengesahan laik operasi dan pemeriksan dan pengujian berkaitan.
    6. Kepmen PU No. 10 Tahun 2000 tentang ketentuan teknis pegamanan terhadap bahaya kebakaran pada bagunana dan lingkungan;
    7. Kepmen PU No. 11 tahun 2000 Ketentuan teknis manajemen penanggulangan kebakaran di perkotaan;
    8. SNI 03-1735-1989(2000), SNI 03-1736-1989, SNI 03-3985-1995, SNI 03-1745-1989, SNI 03-3989-1995, SNI 03-6570-2001, SNI 03-6571-2001, SNI 03-7565-2002 & SNI 03-1746-1989 dsb.
    9. Belum lagi beberapa standar yang dapat digunakan sebagai referensi diluar organisasi non pemerintah seperti NFPA diantaranya NFPA 15, NFPA 10, NFPA 72E, NFPA 11, NFPA 70, NFPA 20, NFPA 30 & NFPA 58 untuk lebih lengkap anda dapat search di www.nfpa.org.
    Lalu Pertanyaannya adalah Apa yang salah?
    Tentunya kami menunggu transparansi hasil investigasi kecelakaan yang dibuat oleh tim yang dibentuk oleh Kemenaker.

    Asumsi merupakan pola dasar yang dibentuk berdasarkan bukti & fakta lapangan termasuk data informasi yang diperoleh pada saat kejadian baik dari saksi langsung atau tidak langsung yang kemudian pola dasar tersebut dibentuk menjadi satu kesatuan utuh untuk menggambarkan serangkaian proses terjadinya kerugian tersebut, sehingga jika dibedah tentunya pasti terdapat banyak deviasi dari beberapa aspek yang dijadikan acuan standar persyaratan yang berlaku pada kasus ini.

    Secara Makro tentunya perlu disadari bahwa lemahnya penerapan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) disebabkan oleh lemahnya aspek pengawasan. Pemerintah dalam hal ini merupakan komponen yang ikut bertanggung jawab terhadap gagalnya  proses penerapan SMK3, Kurangnya koordinasi & komunikasi antara Pusat, Dinas Provinsi & Dinas Kabupaten  serta tumpang tindihnya tanggung jawab & kewenangan  dimasing - masing dinas ini berakhir pada gagal aspek pengawasan, Kemudian dari aspek mikro yaitu dari sudut pandang perusahaan  "Traditional Mind Set & Poor Commitment" dari perusahaan mempengaruhi aktifitas keselamatan menjadi lebih reaktif atau bahkan tidak produktif sehingga perusahaan lebih memilih untuk menunggu "kerugian" terjadi tanpa mempertimbangkan dampak dari "probabilitas of failure" pada organisasinya sebelum mengambil inisiatif untuk mencegahnya. Gambaran diatas adalah puncak terjadinya kegagalan didalam sebuah proses yang mungkin sering "Terlewatkan" atau "Diabaikan", Kurangnya partisipasi dari pekerja akibat motivasi yang lemah akan mendorong karyawan untuk tidak perduli terhadap "Peringatan" atau "Signal" yang muncul pada saat sebelum terjadinya kecelakaan dengan demikian maka peluang untuk mencegah terjadinya suatu insiden akan hilang. Tentunya kebakaran & ledakan terjadi karena beberapa faktor akan tetapi secara umum ada 2 faktor yang paling dominan diantaranya adalah Faktor Manusia & Faktor Teknis (merupakan kondisi tidak aman & kondisi yang membahayakan) sebagai contoh adalah kegagalan didalam mengamankan suatu pekerjaan yang memiliki risiko menimbulkan kebakaran yaitu pengelasan & faktor teknisnya adalah penempatan bahan mudah terbakar dengan sumber api atau panas dan tentunya hal ini baru sebagian kecil dari banyak faktor yang mungkin dapat berkontribusi secara langsung & tidak langsung pada proses terjadinya "Kerugian". bahkan dapat dikembangkan lebih luas lagi hingga pada tahapan proses pelaksanaan & sistem manajemen kebakaran yang telah dilakukan oleh perusahaan. 

    Hal menarik lainnya yang perlu dicermati dalam proses investigasi adalah bagaimana penerapan manajemen kebakaran di perusahan tersebut. Terdapat 3 Tahapan yang perlu disoroti diantaranya adalah Fire Prevention, Fire Fighting & Fire Remediation.
    1. Fire Prevention adalah upaya apa yang telah dilakukan oleh perusahaan baik dari aspek Engineering, Education & Enforcement, hal ini menjadi penting karena pencegahan merupakan tahapan strategis didalam mencegah dan mengendalikan kebakaran. (Kebijakan, Sarana Proteksi Kebakaran mulai dari rancang bangun sampai pengoperasian, Analisa Risiko Kebakaran & Ledakan, SOP/SWI, Pembinaan keterampilam, keahlian dan kemampuan personil, upaya penegakan prosedur & perundangan-undangan, Tenaga Ahli, Termasuk izin khusus yang diperlukan)
    2. Fire Fighting adalah upaya dalam menanggulangi dan memadamkan kebakaran secepat mungkin sehingga korban & kerugian dapat dicegah atau diminimalisir. (Pemeriksaan sistem pemadam untuk proteksi kebakaran dan efektifitas sistem tanggap darurat);
    3. Fire Remediation adalah upaya yang dilakukan setelah kebakaran terjadi termasuk pemulihan kegiatan operasi, perawatan korban dan pemberian santunan serta dukungan kepada korban dan keluarganya. crisis management center merupakan bagian yang tidak kalah penting untuk memastikan informasi benar-benar terkendali sehingga dapat membantu menenangkan keluarga korban hal yang tidak kalah penting pada tahapan ini adalah melakukan investigasi untuk mengetahui faktor penyebab sehingga tidak terulang kembali kejadian yang serupa.
    Lagi-lagi mengenai data informasi yang valid, reliable dan objektif merupakan kendala di Indonesia sehingga banyak data yang disampaikan sangat meragukan bahkan terkadang berbeda-beda. terkait dengan angka kebakaran & ledakan kami agak sulit menemukan kecuali dari Sumber Dinas Pemadam DKI dimana sepanjang tahun angka kebakaran mencapai 800 kali atau 2-3 kali kebakaran dalam 1 harinya data ini tentunya  tidak termasuk kebakaran di wilayah lainnya. Jika tidak salah dalam 2 tahun terdapat 4 kejadian kebakaran yang sama dilokasi Kosambi dan hal ini selalu saja berulang sehingga pola ini akan selalu sama dan sangat memprihatinkan apabila hal ini tidak ditangani dengan serius. Kebakaran ini  adalah puncak dan menjadi gambarkan bagaimana bahaya kebakaran & ledakan dapat menjadi suatu bencana yang sangat serius dan dapat menggangu semua aspek baik dari kerugian yang ditimbulkan seperti kerugian jiwa & materi tetapi juga menggangu atau mempengaruhi aspek produktifitas, aspek bisnis dan juga kerugian sosial.

    Tentunya saya berharap Pemerintah & Tim Investigasi dapat segera menyampaikan hasil temuan & analisis dari kejadian ini sehingga mungkin dapat memberikan masukan dalam penyusunan kebijakan, peraturan, standar atau pedoman bagi semua pihak. Sehingga kejadian ini dapat menjadi bagian dari  lesson learn yang paling berharga & mahal untuk kita semua, sehingga sudah selayaknya kejadian ini menjadi perhatian untuk kita semua dan tentunya harapan saya agar hasil investigasi ini dapat dikomunikasikan secara luas kepada masyarakat.

    Thank you in advance for your kind attention & 
    if any comment are welcome.

    Have a safe day's & keep working safely.

    Best Regards, Andry Kurniawan, SKM.,MKKK.
    "Coming together is a beginning, Keeping together is progress., Working together is success“ Safety not only about knowledge and how to manage risk it’s about needed because safety is everybody business",
    More info: Andryzsafety@gmail.com CP : (+62)812-1966-2291
    Tidak dilarang untuk mengcopy dan menyebarkan artikel pada situs ini dengan menyebutkan URL sumbernya. budayakan menulis karya ilmiah tanpa plagiarisme

    Check This Out (2)

    Check This Out (3)